1. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahawa untuk mereka (disediakan) syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari syurga, mereka berkata: “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan di
2. Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
3. Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan kebajikan, serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad, dan itulah kebenaran dari Tuhan mereka; Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan memerbaiki keadaan mereka.
4. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majlis-majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (darjat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa darjat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.
Tafsir Mufradat:
a. Shalih : bentuk isim fa’il (kata benda yang menunjuk kepada pelaku), berasal dari kosa kata: shaluha - yashluhu - shalaahan, yag berarti: baik; patut; shalih. Dalam Al-Qur’an, kata tersebut sering dihubungkan dengan kata “‘amila” yang berarti mengerjakan, misalnya: ‘amila shalihan (mengerjakan kebajikan). ‘Amalun shaalih, berarti pekerjaan yang baik. Menurut istilah, ‘amalun shaalih, berarti: pekerjaan yang baik yang diridlai dan disenangi Allah SwT. Seperti: shalat, shiyam (puasa), zakat, hajji, shadaqah, infaq dan sebagainya.
Dalam Al-Qu’an, kata tersebut dengan berbagai derivasinya, diulang sebanyak 178 kali, yang tersebar di berbagai surat/ayat, dengan makna yang berbeda-beda.
b. Rizq : bentuk masdar, berasal dari kosa kata: razaqa - yarzuqu - rizqan, yang bererti pemberian rezeki, baik yang bersifat duniawi, seperti: harta, ilmu pengetahuan atau pangkat, mahupun yang bersifat ukhrawi, seperti syurga dan kenikmatan di akhirat lainnya. Kata tersebut pada umumnya dihubungkan dengan nama Allah, sebab pada hakikatnya,yang memberi rezeki adalah Allah SwT semata.
Dalam Al-Qur’an, kata tersebut dengan berbagai bentuknya diulang sebanyak 123 kali, yang tersebar di berbagai surat/ayat.
c. Mutasyabihah : bentuk isim fa’il, kata turunan dari kata “syabaha”, yang berarti: menyerupai; sama. Dalam Al-Qur’an, kata tersebut dengan berbagai bentuknya, diulang sebanyak 16 kali, yang tersebar di enam
Tafsir Ayat:
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah telah menjelaskan sifat-sifat orang-orang kafir dan orang-orang munafik, serta sanksi-sanksinya. Kemudian pada ayat ini (Al-Baqarah: 25) Allah menjelaskan pahala orang-orang mukmin yang beramal shalih, dan segala macam kenikmatan yang disediakan bagi orang-orang mukmin di akhirat kelak. Telah menjadi Sunnah (kebiasaan) Al-Qur’an, bahwa setiap memberikan penjelasan kepada manusia, selalu mengaitkan antara menakut-nakuti dan menyenangkan, untuk memberikan semangat agar melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SwT dan menjauhkan diri dari segala perbuatan yang menyebabkan jauh dari keridlaan Allah SwT.
Orang yang diperintahkan memberikan kabar gembira kepada orang-orang Mukmin, adalah Rasulullah saw. Dalam Al-Qur’an, Allah telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin surga-surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya. Kita tidak dapat mengetahui secara terperinci tentang keadaan surga, kita hanya meyakini bahwa kenikmatan yang terdapat dalam surga lebih lazat dan lebih kekal daripada kenikmatan yang terdapat di dunia, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:
“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan” (As-Sajdah [32]: 17).
Pada permulaan ayat tersebut (Al-Baqarah: 25) disebutkan: ”wa basysyir alladziina aamanuu wa ‘amiluu ash-shaalihaat”
(Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan); Dimaksudkan dengan orang yang beriman, ialah orang yang beriman kepada Allah dan semua sifat-sifat-Nya yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan diperkuat dengan akal, dan beriman kepada malaikat-Nya, Kitb-kitab-Nya, beriman kepada utusan-utusan-Nya, beriman kepada hari akhir dan beriman kepada qadar Allah, qadar yang baik dan yang buruk. (Muslim, No: 1/8: 27, dari Ibni ‘Umar bin Khaththab). Iman itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan ketenangan hati dan bukti yang meyakinkan, yang tidak menimbulkan keraguan. Bukti yang paling kuat adalah tanda-tanda kekuasaan Allah, yang ada di langit dan di bumi yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an.
Adapun yang dimaksudkan dengan amal shalih (perbuatan kebajikan) ialah suatu perbuatan yang diredhai dan disenangi Allah SwT. Pada umumnya, manusia telah mengetahui apa amal shalih itu, sebab manusia telah diberi akal yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Tetapi, sebahagian di antara mereka sesat karena mengikuti hawa nafsunya, kemudian diikuti orang lain. Pada dasarnya, manusia itu telah beriman, sebagaimana diungkapkan dalam suatu Hadits:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (Muttafaq ‘alyh).
Tentang amal shalih telah dijelaskan dalam Al-Qur’an di berbagai ayat, antara lain pada surat Al-Mu’minun:
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri (dari perbuatan) yang tidak berguna dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi, barang siapa mencari dibalik itu (zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus, mereka kekal di dalamnya. (Al-Mu’minun [23]: 1-11).l
No comments:
Post a Comment